Translate

Minggu, 27 Desember 2015

TUGAS UAS-RISET MINI

INTERPRETASI INTERELASI NILAI JAWA-ISLAM PADA TRADISI MULE NGRASUL DESA BENDUNGAN, KEC. TRETEP, KAB. TEMANGGUNG
Oleh: Ahmad Fadlan CA (133511063)*
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni[1].Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang dihasilkan sebagai hasil olah cipta, rasa, dan karsa yang dilakukan oleh manusia. Cipta, rasa, dan karsa tersebut memiliki corak kedaerahan yang menimbulkan keragaman yang amat sangat. Hal ini terjadi karena pola pikir masyarakat masing-masing daerah juga berbeda, tak terkecuali masyarakat di Desa Bendungan, kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung.
Di desa ini ada sebuah tradisi yang sudah lama di lakukan dan sampai sekarang masih dilestarikan oleh penduduk desa. Tradisi ini dilakukan setiap akan dimulainya aktivitas pertanian, biasanya sebelum menanam jagung atau tembakau. Tradisi ini diakukan sebelum tahap awal penanaman jagung atau padi di mulai, yaitu mencangkul. Tradisi ini sering disebut oleh penduduk dengan nama mule ngrasul.
Menurut penuturan salah satu penduduk desa mule ngrasul diselenggarakan dengan mengundang tetangga-tetangga dekat untuk mengadakan semacam makan bersama. Adapun menu makanan yang dihidangkan yaitu nasi dalam bucu (istilah lokal untuk menyebut tumpeng), kemudian daging ayam yang disebut ingkung, nasi yang dibentuk bulat yang disebut golong, serta lauk pauk--biasanya tempe, tahu dan mie. Selain itu juga terdapat semangkuk air putih dengan uang koin di dalamnya, serta senthir atau lampu teplok.
Tidak puas dengan penjelasan tradisi yang dilakukan masyaraka setempat, saya pun berusaha mencari tahu mengenai makna setiap komponen yang ada pada tradisi mule ngrasul. Namun dari sekian banyak penduduk yang saya tanyai, tak satupun yang bisa menjelaskan. Dan akhirnya saya direkomendasikan oleh salah seorang penduduk desa untuk sowan ke salah seorang tokoh masyarakat di desa tetangga yang kebetulan mempunyai tradisi yang sama.
Dari hasil wawancara yang saya lakukan, ternyata terdapat makna kegamaan pada setiap komponen tradisi mule ngrasul. Makna tersebut saya jelaskan sebagai berikut:
·         Nama mule ngrasul
Kata mule merupakan kata mulai dalm bahasa Indonesia, artinya tradisi ini dilakukan berkenaan akan dimulanya aktivitas pertanian. Ngrasul sendiri merupakan singkatan dari ngrasuk rasul atau meneladani perilaku Rasulullah SAW yaitu bersedekah.
·         Bucu
Bucu merupakan istilah untuk nasi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk kerucut atau istilah dalam Bahasa Indonesianya yaitu tumpeng. Bentuk bucu yang mempunyai puncak di bagian atas bermakna kita hidup di dunia ini pada akhirnya akan kembali kepada Allah SWT. Atau dapat juga diartikan segala perbuatan yang kita lakukan hendaknya hanya semata unruk mencari ridho Allah SWT. Narasumber juga menambahkan bentuk bucu yang menyerupai mustaka mempunyai makna bahwa tradisi ini dilakukan sebagai wahana menyapa Allah SWT—mustaka berasal dari bahasa Arab musytaka yang artinya tempat menyapa tuhan.
·         Golong
Golong merupakan istilah yang digunakan untuk nasi yang dibentuk bulat hampir menyerupai bola kasti. Kata golong mempuyai makna hidup itu harus bergolongan, atau mudahnya seseorang harus berjamaah dalam mencapai sebuah tujuan, tidak disarankan sendiri-sendiri. Oleh karena itu dalam tradisi ini juga mangundang para tetangga dekat. Penentuan  jumlah golong pun tidak sembarang dilakukan. Jumlah golong ditentukan berdasar jumlah jenjem yang punya hajat, biasanya ayah. Jenjem merupakan hasil jumlahan angka hari lahir dan angka pasaran yang mengikuti hari lahir, misal jumat kliwon, jumat sama dengan 6 dan kliwon sama dengan 8, maka jenjemnya 6 ditambah 8 sama dengan 14.
·         Ingkung
Inkung merupakan istilah untuk daging ayam yang bentuknya masih utuh (tidak dipotong-potong anggota badannya). Ayam dipilih karena ketelatenannya dalam menjaga dan memelihara anak-anaknya. Selain itu juga merupakan ganti dari seorang gadis perempuan yang pada zaman dahulu dilakukan masyarakat Jawa pra Islam sebagai tumbal.
·         Semangkuk air dan senthir
Semangkuk air yang di dalamnya terdapat koin mengartikan sebuah tujuan keduniaan yang akan dicapi harus di bawah tujuan akhirat yang disimbolkan dengan air putih. Sedangkan senthir merupakan penerang, hidup harus berpedoman pada al-Quran sebagai peyunjuk manusia
Demikian sedikit penjelasan tentang tradisi mule ngrasul di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Penulis berharap semoga tradisi-tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur, atau spesifiknya para Walisongo, tetap kita jaga kelestariannya dengan tidak hanya sekadar melakukan tradisi tetapi juga memaknainya. Karena dengan memaknai tradisi tersebut ke dalam bahasa agama menjadikan diri kita lebih dekat dengan Sang Pencipta.
*Aktif kuliah di Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang. Penulis menulis laporan ini sebagai tugas UAS pada mata kuliah Islam dan Budaya Jawa yang diampu oleh Bapak Rikza Chamami, M.S.I




                [1] http://historikultur.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-budaya-dan-kebudayaan.html, diakses pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 21.20 WIB

TUGAS UAS---Makam

MAKAM KI AGENG RADEN TRENGGONO KUSUMO
DESA MUNENG, KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG

Sejarah singkat Ki Ageng Trenggono Kusumo (berdasarkan hasil wawancara dengan juru kunci makam)
Ki Ageng Trenggono Kusumo merupakan anak dari Prabu Brawijaya V yang konon beragama Islam dengan Ibu Bhre Pananggungan. Pada mulanya dia di utus oleh Raja Brawijaya V untuk mengabdi di kerajaan Demak. Setelah mengabdi di Demak, kemudian dia diutus oleh Raden Fatah (raja Demak pertama) untuk bertapa di Gunung Beser, dalam perjalanan bertapanya di Gunung Beser, dia singgah di sebuah tempat bernama Tapak Suci Kuwarasan. Di sini dia membuat sebuah kali bernama Sendang Kuwarasan. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat yang sekarang bernama Desa Muneng. Nama Muneng sendiri diambil dari kata dalam bahasa Jawa, manguneng, atau mangu-mangu yang artinya ragu-ragu. Konon, Ki Ageng Trenggono Kusumo ragu-ragu ketika hendak singgah di Desa tersebut. Di desa ini dia juga mempunyai seorang abdi atau pembantu yang bernama Eyang Penompo.
Kondisi makam Ki Ageng Trenggono Kusumo dan tata cara yang dianjurkan ketika berziarah
Makam Ki Ageng Trenggono Kusumo terletak di Desa Muneng, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung. Makam ini tergolong masyhur di kalangan masyarakat Temanggung, bahkan masyarakat daerah lain seperti Wonosobo, Magelang, Banjarnegara, dan Kendal. Setiap harinya selalu ada peziarah yang datang ke makam ini, terutama pada hari jumat kliwon dan selasa kliwon. Sedangkan bulan yang paling ramai digunakan untuk berziarah adalah bulah Safar minggu pertama. Pada bulan ini pernah terdapat sekitar 30 ribu peziarah.
Untuk berziarah ke makam ini ada beberapa hal yang dianjurkan. Pertama, pengunjung hendaknya berwudhu di Sendang Kuwarasan terlebih dahulu. Di sana pengunjung sangat dianjurkan untuk memohon kepada Allah SWT agar hajatnya dikabulkan. Ada yang unik, ketika berdoa tidak diperkenankan membelakangi mata air yang ada di sana. Kedua, setelah berwudhu di Sendang Kuwarasan, sebelum ziarah ke makam Ki Ageng Trenggono Kusumo, hendaknya peziarah berziarah ke makam Eyang Penompo terlebih dahulu. Sesuai dengan namanya, Eyang Penompo dianggap sebagai penerima tamu-tamu yang akan berziarah ke makam Ki Ageng Trenggono Kusumo. Setelah itu baru berziarah ke makam Ki Ageng Trenggono Kusumo.
Dokumentasi:







TUGAS UTS

LAPORAN FIELD STUDY DI MUSIUM RONGGOWARSITO SEMARANG
Hari, tanggal: Ahad, 22 November 2015
Oleh : Ahmad Fadlan Choirul Anam (133511063)*
Benda-Benda di Dalam Musium Ronggowarsito
Berdasarkan kunjungan yang saya lakukan di musin Ronggowarsito Semarang, saya membagi benda-benda yang ada di dalam musium ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
1.      Kelompok benda-benda Prasejarah
2.      Kelompok benda-benda sejarah Hindu-Budha
3.      Kelompok benda-benda sejarah Islam Jawa
4.      Kelompok benda-benda sejarah kolonial Belanda
5.      Kelompok benda-benda sejarah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan
6.      Kelompok benda-benda kesenian dan adat
7.      Kelompok benda-benda lain
Interpretasi Interelasi Nilai Jawa-Islam Pada Peninggalan Sejarah Islam di Jawa (Masjid Agung Demak) dari segi arsitektur
Dok. Penulis
Masjid Agung Demak merupakan satu dari sekian banyak peninggalan kebudayaan Islam di Jawa Tengah pada khususnya, dan di Indonesia umumnya. Masjid ini didirikan oleh para Walisongo pada tahun 1401 masjid ini memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi perkembangan agama Islam di tanah air tepatnya pada masa kerajaan Demak.
Dari segi arsitekturnya masjid agung Demak menyimpan berbagai nilai filosofi. Diantara bagian-bagian masjid dan ornamen yang bermakna secara filosofis yaitu 1) bangunan masjid berbentuk segi empat dengan empat buah sudut dan empat buah soko atau tiang. 2) bangunan atap berbentuk limas susun tiga, 3) terdapat semacam mustaka di bagian paling atas atap masjid.
1)      Bangunan masjid berbentuk segi empat dengan empat buah sudut dan empat tiang artinya bahwa walisongo menganut madzhab empat yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah.
2)      Bangunan atap berbentuk limas susun tiga maksudnya adalah dalam Islam terdapat tiga pokok ajaran Islam yaitu iman, islam, dan ihsan.
3)      Mustaka di bagian atas maknanya yaitu puncak kekuasaan tertinggi hanyalah Allah SWT.
Demikian laporan saya buat dengan harapan semoga bermanfaat.

*Aktif kuliah di Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang. Penulis menulis laporan ini sebagai tugas UTS pada mata kuliah Islam dan Budaya Jawa yang diampu oleh Bapak Rikza Chamami, M.S.I