INTERPRETASI
INTERELASI NILAI JAWA-ISLAM PADA TRADISI MULE NGRASUL DESA BENDUNGAN,
KEC. TRETEP, KAB. TEMANGGUNG
Oleh: Ahmad
Fadlan CA (133511063)*
Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni[1].Kebudayaan
merupakan segala sesuatu yang dihasilkan sebagai hasil olah cipta, rasa, dan
karsa yang dilakukan oleh manusia. Cipta, rasa, dan karsa tersebut memiliki
corak kedaerahan yang menimbulkan keragaman yang amat sangat. Hal ini terjadi
karena pola pikir masyarakat masing-masing daerah juga berbeda, tak terkecuali
masyarakat di Desa Bendungan, kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung.
Di desa ini
ada sebuah tradisi yang sudah lama di lakukan dan sampai sekarang masih
dilestarikan oleh penduduk desa. Tradisi ini dilakukan setiap akan dimulainya
aktivitas pertanian, biasanya sebelum menanam jagung atau tembakau. Tradisi ini
diakukan sebelum tahap awal penanaman jagung atau padi di mulai, yaitu
mencangkul. Tradisi ini sering disebut oleh penduduk dengan nama mule ngrasul.
Menurut
penuturan salah satu penduduk desa mule ngrasul diselenggarakan dengan
mengundang tetangga-tetangga dekat untuk mengadakan semacam makan bersama.
Adapun menu makanan yang dihidangkan yaitu nasi dalam bucu (istilah
lokal untuk menyebut tumpeng), kemudian daging ayam yang disebut ingkung,
nasi yang dibentuk bulat yang disebut golong, serta lauk pauk--biasanya
tempe, tahu dan mie. Selain itu juga terdapat semangkuk air putih dengan uang
koin di dalamnya, serta senthir atau lampu teplok.
Tidak puas
dengan penjelasan tradisi yang dilakukan masyaraka setempat, saya pun berusaha
mencari tahu mengenai makna setiap komponen yang ada pada tradisi mule ngrasul.
Namun dari sekian banyak penduduk yang saya tanyai, tak satupun yang bisa
menjelaskan. Dan akhirnya saya direkomendasikan oleh salah seorang penduduk
desa untuk sowan ke salah seorang tokoh masyarakat di desa tetangga yang
kebetulan mempunyai tradisi yang sama.
Dari hasil
wawancara yang saya lakukan, ternyata terdapat makna kegamaan pada setiap
komponen tradisi mule ngrasul. Makna tersebut saya jelaskan sebagai
berikut:
·
Nama mule ngrasul
Kata mule merupakan kata
mulai dalm bahasa Indonesia, artinya tradisi ini dilakukan berkenaan akan
dimulanya aktivitas pertanian. Ngrasul sendiri merupakan singkatan dari ngrasuk
rasul atau meneladani perilaku Rasulullah SAW yaitu bersedekah.
·
Bucu
Bucu merupakan
istilah untuk nasi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk kerucut
atau istilah dalam Bahasa Indonesianya yaitu tumpeng. Bentuk bucu yang
mempunyai puncak di bagian atas bermakna kita hidup di dunia ini pada akhirnya
akan kembali kepada Allah SWT. Atau dapat juga diartikan segala perbuatan yang
kita lakukan hendaknya hanya semata unruk mencari ridho Allah SWT. Narasumber juga
menambahkan bentuk bucu yang menyerupai mustaka mempunyai makna bahwa tradisi
ini dilakukan sebagai wahana menyapa Allah SWT—mustaka berasal dari bahasa Arab
musytaka yang artinya tempat menyapa tuhan.
·
Golong
Golong merupakan
istilah yang digunakan untuk nasi yang dibentuk bulat hampir menyerupai bola
kasti. Kata golong mempuyai makna hidup itu harus bergolongan, atau
mudahnya seseorang harus berjamaah dalam mencapai sebuah tujuan, tidak
disarankan sendiri-sendiri. Oleh karena itu dalam tradisi ini juga mangundang
para tetangga dekat. Penentuan jumlah
golong pun tidak sembarang dilakukan. Jumlah golong ditentukan berdasar jumlah jenjem
yang punya hajat, biasanya ayah. Jenjem merupakan hasil jumlahan angka
hari lahir dan angka pasaran yang mengikuti hari lahir, misal jumat kliwon,
jumat sama dengan 6 dan kliwon sama dengan 8, maka jenjemnya 6 ditambah 8 sama
dengan 14.
·
Ingkung
Inkung merupakan
istilah untuk daging ayam yang bentuknya masih utuh (tidak dipotong-potong
anggota badannya). Ayam dipilih karena ketelatenannya dalam menjaga dan
memelihara anak-anaknya. Selain itu juga merupakan ganti dari seorang gadis
perempuan yang pada zaman dahulu dilakukan masyarakat Jawa pra Islam sebagai
tumbal.
·
Semangkuk air dan senthir
Semangkuk air yang di dalamnya
terdapat koin mengartikan sebuah tujuan keduniaan yang akan dicapi harus di
bawah tujuan akhirat yang disimbolkan dengan air putih. Sedangkan senthir
merupakan penerang, hidup harus berpedoman pada al-Quran sebagai peyunjuk
manusia
Demikian
sedikit penjelasan tentang tradisi mule ngrasul di Desa Bendungan,
Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Penulis berharap semoga tradisi-tradisi
yang telah diwariskan oleh para leluhur, atau spesifiknya para Walisongo, tetap
kita jaga kelestariannya dengan tidak hanya sekadar melakukan tradisi tetapi
juga memaknainya. Karena dengan memaknai tradisi tersebut ke dalam bahasa agama
menjadikan diri kita lebih dekat dengan Sang Pencipta.
*Aktif kuliah di Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Walisongo Semarang. Penulis menulis laporan ini sebagai tugas UAS
pada mata kuliah Islam dan Budaya Jawa yang diampu oleh Bapak Rikza Chamami,
M.S.I
[1]
http://historikultur.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-budaya-dan-kebudayaan.html,
diakses pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 21.20 WIB